(Oleh: Kurniawan Syahputra, Koordinator Divisi Kewirausahaan)
A.
Pengertian
Riba
Dalam dunia saat ini, sepertinya hidup kita tidak
akan terlepas dari yang namanya ekonomi konvensional. Walaupun Negara kita
mayoritas muslim, sistem ekonomi kita masih menggunakan sistem ekonomi
konvensional yang identik dengan riba. Hal ini pun tidak bisa kita hindari
dalam hidup kita. Hidup dalam sistem ekonomi yang bersistem riba.Untuk itu,
kita sebagai umat muslim selayaknya sadar akan sistem tersebut. Memang, merubah
sistem ekonomi di dalam diri kita sedikit susah.Tetapi apabila kita bersungguh
– sungguh untuk menciptakan sistem ekonomi yang berbasis syari’ah. Butuh
keberanian, kekuatan, dan kecerdikan dalam merubah sistem ekonomi konvensional
menjadi sistem ekonomi syari’ah.
Pengertian riba itu sendiri menurut bahasa yaitu
membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.
Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Abduh berpandapat bahwa yang dimaksud riba
adalah penambahan – penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta
kepada orang yang meminjam hartanya ( uangnya ), karena pengunduran janji
pembayaran oleh peminjaman dari waktu yang ditentukan. Sangan banyak kerugian
yang disebabkan dengan adanya riba. Riba membuat orang malas untuk berusaha.
Karena apabila riba sudah mendarah daging kepada seseorang tersebut, ia akan
memilih usaha ternak uang. Karena ternak uang tidak memiliki usaha yang begitu
keras untuk menjadi kaya. Misalnya saja apabila dia memiliki uang Rp 1.000.000,
ia akan memilih uangnya untuk disimpan di bank dari pada di investasikan untuk
membuat usaha. Karena dengan disimpan di bank, ia akan menerima bunga 2% dalam
setiap bulannya. Dalam hal ini, islam mengharamkan dalam perbuatannya. Karena
ia membuat dirinya bermalas – malasan dan tidak mau berusaha.
B. Harapan Masyarakat Kepada Bank – Bank
Syari’ah
Dalam sebagian orang bank sudah merupakan hal yang
dianggap penting dalam diri mereka karena bank tempat menyimpan harta yang
aman, mempertemukan pemodal, dan membantu pelancaran transakasi keuangan dan
urusan bisnis. Hampir tidak ada orang yang memanfaatkan peranan dari bank. Akan
tetapi, banyaknya peranan yang dimiliki bank tersebut, ternyata perbankan juga
mendatangkan setupuk masalah. Mulai dari krisis ekonomi yang masih melanda
hamper di seluruh negri, status kehalalan berbagai transaksi dan ketidak adilan
dari sistem ekonomi tersebut. Untuk itu, derasnya desakan dari masyarakat,
berbagai pakar – pakar ekonomi berupaya menjawab harapan masyarakat yang mana
masalah dari peranan perbankan tersebut bisa diatasi. Dan harapan itu pun
dijawab oleh pakar – pakar ekonomi dengan banyaknya bermunculan bank – bank
yang berbasis syari’at atau yang berlandaskan agama. Dan kehadiran perbankan
yang benar – benar ,penerapkan kaidah syari’at islam sangat dinantikan
masyarakat muslim pada umumnya. Karena sudah lama masyarakat muslim terjebak
dalam belenggu ekonomi konvensional yang berbasis ribawi.Dan langkah – langkah
awal pun mulai diterapkan dalam perbankan islam. Akan tetapi, perjalanan sangat
panjang dalam menguasai ekonimi islam yang mendunia, suksesnya perbankan islam
pun untuk menguasai ekonomi dunia juga dibutuhkan partisipasi masyarakat muslim
pada umunya. Tanpa peran masyarakat, perbankan islam tidak akan tumbuh
berkembang menjadi ekonomi yang mendunia, ekonomi islam mungkin hanyalah angin
saja apabila kita tidak mendukung penuh dalam kegiatan ekonomi islam.
Kehadiran perbankan syaria’h yang benar – benar
menerapkan kaidah – kaidah islam menjadi harapan atau tumpuan baru bagi
kelangsungan hidup umat islam. Mulai dari pemodal yang mendapatkan perlindungan
maksimal atas modalnya, pelaku – pelaku usaha mendapatkan layanan yang
professional dan adil, kedua belah pihak mendapatkan keuntungan yang sama dan
menjalankan tanggung jawab yang sebanding. Tentunya bank – bank islam tidak hanya
berlabelkan islam,tetapi mampu menjawab tuntutan masyarakat muslim akan ekonomi
yang sesuai dengan agama.
C. Masih Adakah Riba Dalam Perbankan
Syari’ah
Dalam hal ini. Apakah bank – bank islam sudah sesuai
mempraktikan sesuai dengan syariat agama islam. Apakah hanya label nya saja
yang islam, tetapi dibalik semua itu mereka masih menggunakan ekonomi riba.
Secara praktik, antara bank konvemsional dan bank syariah sama saja. Kalau di
bank konvensional kita mengenal bunga, di bank syariah juga kita mengenal yang
namanya bunga, tetapi bukan bunga namanya melainkan margin. Sistem antara bank
konvensional sama saja dengan bank syariah hanya saja namanya saja yang mereka
buat. Dan dari istilah – istilah perbankan srariah sama saja dengan
konvensioanal. Untuk itu, nilailah sesuatu itu pada hakikatnya bukan pada
istilah nya. Walaupun nama istilah tersebut sudah syar’i, tapi belum tebtu
hakikatnya syar’i. Karena tidak semua nama yang menunjukkan syar’i itu
mengandung kebenaran.
D. Sebab – Sebab Terjadinya Riba
Riba sendiri terjadi karena ada sebab – sebabnya.
Sebab – sebab terjadinya riba antara lain :
1) Karena Allah dan rasulnya melarang atau
mengharamkan riba. Firman Allah SWT yang artinya :
275.
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
2)
Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan tidak ada
imbangnya, seperti seseorang menukarkan uang kertas Rp 10000,- dengan uang
recehan senilai Rp 9950,- maka uang senilai Rp 50,- tidak ada imbangnya, maka
uang senilai Rp 50,- adalah riba.
3)
dengan melakukan riba seseorang tersebut akan menjadi malas berusaha. Bila riba
sudah mendarah daging bagi oarng tersebut, maka orang tersebut lebih suka
berternak uang.
4)
Riba menyebabkan putusnya perbuatan berbuat baik terhadap sesama manusia dengan
cara uang piutang atau menghilangkan faidah utang piutang, maka riba lebih
cenderung memeras orang miskin dari pada menolong orang miskin. ( Hendi
Suhendi, 2002:2)
Banyak sekali didalam Al –Qur’an dan hadits nabi
yang menerangkan tentang riba dan ancaman dalam memakan riba. Dengan demikian,
tergantung kita nya. Sangat sulit untuk kita, apabila menghindar dari yang
namanya riba. Apalagi kita masih berhubungan dengan perbankan. Perbankan
syari’ah pun dalam praktiknya masih menggunakan yang namanya riba. Sekarang
tergantung kitanya, kita menggunakan bank seperti apa. Jika kita niat
mengggunakan bank untuk tidak membungakan uang, maka InsyAllah kita akan
terhindar dalam yang namanya riba. Sekecil apapun uang yang kita peroleh dari
hasil riba, maka itu dilarang dengan syari’at agama kita. Seperti contoh yang
kita lihat nomor 2, jika uang yang kita tukarkan dengan tidak seimbang, walaupun
nominal angkanya kecil, itu sudah dianggap riba. Tetapi, apabila orang yang
kita tukarkan uangnya, ikhlas untuk menerima kekurangan uang kita, maka itu
tidak dianggap riba. Karena pihak yang ditukar ikhlas. Tetapi, jika orangnya
tidak ikhlas, maka kita telah menerima uang hasil riba.
Dan terkadang, riba pun dimanfaatkan dengan sebagian
orang untuk berternak uang. Mereka yang bereternak uang, karena mereka sangat
malas untuk bekerja atau berusaha. Hal ini dikarenakan karena kemalasan sudah
mendarah daging di tubuhnya. Mungkin dari kecil dia sudah di didik dengan semua
yang serba instan. Apabila mulai dari kecil hingga sekarang kita masih
mendapatkan sesuatu dengan cara yang instan, tanpa sediktipun untuk berkorban
atau berusaha, tunggulah kehancuran akan datang kepadamu.
E. Fenomena – Fenomena Bank yang berbasis
Syari’ah
Dikala krisis ekonomi yang melanda hamper diseluruh negara, banyak pakar – pakar ekonomi yang mulai melirik sistem ekonomi islam.
Dan dampaknya pun terlihat dengan banyaknya bermunculan lembaga – lembaga
bahkan bank sekalipun menerapkan yang namanya syari’ah. Semua yang mereka buat
mengatas namakan syari’ah. Entah apa yang ada dibenak mereka, sehingga mereka
membuat suatu usha yang berlabelkan syari’ah. Seharusnya, pemerintah harus bisa
lebih mengontrol lembaga – lemabaga keuangan yang berbasis syariah.Lembaga –
lembaga keuangan diseleksi, mana yang sistem dan bahkan harus sesuai dengan
agama kita. Dan tidak ada unsur ribanya. Agar masyarakat muslim pada umumnya
bisa nyaman apabila sistem dan praktik dari lembaga – lembaga keuangan yang
syariah.
Di akhir zaman rasulullah saw telah memperingatkan
akan munculnya orang – orang yang mengelabui sesuatu yang haram dengan mengubah
namanya, sehingga sesuatu yang haram tersebut terlihat halal dan sesuai dengan
agama kita. Abu Malik Al – Asy’ari berkata bahwa beliau mendengar bahwa
rasulullah saw bersabda, “ Sungguh, aka ada
orang orang dari umatku yang meminum khamar, mereka menamakannya dengan selain
namanya.” ( HR. Abu Daud ). Hadits ini menunjukan bahwa apa yang di ucapkan
Rasulullah saw telah terjadi. Walaupun Rasulullah mencotohkannya dengan khamar,
tapi itu sebagai contoh saja. Apa bedanya khamar dengan riba. Kedua kata – kata
ini sama – sama haram dan kedua kata – kata ini telah dilarang oleh Allah SWT.
Terkadang, lembaga – lembaga keuangan yang berbasis
islam mereka tidak tahu sistem – sistem dan kaidah dari ekonomi islam. Mereka
Cuma ikut – ikutan demi meraup keuntungan. Dalam praktiknya pun masih sama
dengan lembaga – lembaga keuangan konvensional. Contohnya saja dari sistem nya.
Menurut sistem aturan syariah dlam mudhorobah,
keuntungan dibagi bersama. Kerugian pun harus dibagi bersama. Yakni antara
pemilik modal dengan pelaku usaha. Jadi, hakikat status bagi hasilnya adalah
bagi riba. Karena keuntungan transaksi utang – piutang adalah riba. Para ulama
telah membuat kaidah – kaidah bahwa, “ setiap
piutang yang mendatangkan keuntungan, maka itu adalah riba”. Apalagi, dalam
satu bank terdapat dua sistem yaitu bank konvensional dan bank syari’ah. Saya
kurang yakin pada praktiknya. Masalahnya, kedua sistem tersebut bercampur
menjadi satu.
Nilailah sesuatu tersebut berdasarkan hakikatnya.
Kita jangan tertipu dengan istilah – istilah yang berlabelkan syaria’h. Belum
tentu istilah syari’ah tersebut bernilai kebenaran. Lebih lagi zaman sekarang,
sekarang kita telah masuk pada zaman kebohongan. Kata – kata yang berbau syirik
dan bid’ah pun bisa diubah menjadi kata – kata yang indah dan menarik. Kita
haus lebih selektif dalam melihat kata – kata yang berbau syari’ah.
F. Konsep Mudhorobah Dalam Perbankan
Syari’ah
Menurut Fuqaha, mudhorobah adalah akad antara dua
pihak ( orang ) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada
pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan
keuntungannya, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat – syarat yang
telah ditentukan oleh kedua belah pihak. Hukum dari mudhorobah pun berbeda –
beda. Kedudukan harta yang dijadikan modal dalam mudorobah tergantung pada
keadaan.
Apabila kita lihat dari segi keuntungan yang
diterima oleh pengelola harta, maka pengelola mengambil upah sebagai bayaran
dari tenaga yang dikeluarkan, maka mudhorobah dianggap
sebagai iajarah ( upah – mengupah atau sewa – menyewa ). ( Hendi
Suhendi,2002:2).
Dan salah satu dari produk bank – bank syari’ah
adalah mudhorobah atau kita kenal
dengan bagi hasil. Mudhorobah sendiri pu telah masuk kedalam ranah bisnis
dengan sistem bagi hasil antara pemilik modal dan pengguna dana. Kedua belah
pihak kemudian menentukan nisbah (
bagi hasil ). Maksudnya adalah pemilik modl meminjamkan dananya kepada peminjam
dana, untuk membuat suatu usaha. Kemudian hasil dari keuntungan yang diperoleh
dari peminjam dana harus dibagi hasil dengan pemilik modal tadi.
Bagaimana jika usaha yang dijalankan oleh peminjam
dana mengalami kerugian ? Apabila usaha tersebut mengalami kerugian yang tidak
sampai nol, maka kerugian ditanggung pihak bank. Tetapi apabila kerugian
mencapai nol atau sampai minus, maka kerugian ditanggung bersama.Konsep ini
diterapkan oleh bank Muamalat.
Akan tetapi, dalam perbankan syari’ah yang lain,
setiap kerugian di tanggung bersama antara pemilik modal dan peminjam modal.
Nilailah suatu istilah berdasarkan hakikatnya.
Jangan terlalu menerima tentang sesuatu yang baru. Terkadang sesuatu yang
menarik dan indah bisa dibuat – buat. Ingat, zaman sekarng penuh dengan
kebohongan. Semua cara bisa dilakukan aslalkan mendapatkan keuntungan. Sesuatu
yang haram pun bisa dibuat dengan nama yang menraik dan indah.
Dan dalam praktiknya pun bank syari’ah masih
menggunkan riba. Sistem yang bagi hasil yang mereka terapkan tidak sesuai
dengan kenyataan. Siapa sih yang mau rugi, setiap orang pun selalu menghendaki
keuntungan.
Referensi:
Fuad,F., dkk (
2012). Pengusaha Muslim: masih adakah
riba di bank syari’ah.
Yogyakarta:
Yayasan Bina Pengusaha Muslim
Suhendi,H. (
2002). Fiqih Muamalah. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persad
info yg berguna, saling melengkapi dengan artikel pada situs ini: Pengertian Riba
BalasHapusMenurut admin di dunia ini bank yang benar-benar menggunakam sariat islam itu bank apa aja??
BalasHapusMenurut admin di dunia ini bank yang benar-benar menggunakam sariat islam itu bank apa aja??
BalasHapus