Oleh : Yunice karina Tumewang (PSDI IESC FE UII)
Sore
ini, sabtu 13 april 2013 kembali IESC (islamic Economics Study Club) FE UII
mengadakan kajian, masih ditempat yang sama, ruang pojok
bawah, lantai satu gedung paling utara kampus FE UII atau p1/1 kalau membaca
tulisan diatas pintunya, iya diruang ber ac inilah kajian sabtu ini
berlangsung.
Seperti
sabtu-sabtu sebelumnya aku datang dengan semangat untuk mendapatkan ilmu baru
dari pemateri yang datang, apa lagi kali ini temannya islamic accounting,
sangat sesuai dengan jurusanku akutansi.
Oiya
kali ini pematerinya adalah mb Ely Windarti Hastuti, SE beliau adalah alumni
IESC dari jurusan akutansi.
Memulai
dengan menerangkan tentang akutansi islam, mba Ely mengawali dari penjelasan yg
cukup menarik.
“mengapa
saya memilih kata “akuntansi Islam” bukan “akuntansi syari’ah?” Tuturnya
memulai kajian kali ini. “wah ilmu baru
nih” kataku dalam hati
“akuntansi
Islam lebih sering dijumpai di hampir seluruh belahan dunia terkecuali
Indonesia. Ironis, di negeri Muslim terpadat ini, masyarakatnya nampak begitu
mesra dengan kata syari’ah dan terkesan anti dgn kata Islam. Padahal jika dirunut
dari segi terminologi, kata “syari’ah” yang diadopsi dari bahasa
Arab memiliki makna aturan, sehingga kurang tepatlah jika kita menggunakan kata
“syariah” kalau aturan, aturan apa dulu? Masih banyak lagi hal yang perlu
ditanyakan. Berbeda dengan kata islam yang mencakup lebih dari sekedar aturan.
Sehingga yang lebih tepat adalah akutansi islam karena Islam memiliki makna
yang lebih dalam luas dan mencakupi segala hal.” Kembali mb ely menjelaskan
Dan akupun
cuma bisa menganggukkan kepala atas penjelasan ini.
“Islam
secara khusus memberikan perhatian pada aktivitas ini, terbukti dari eksistensi
akuntansi dalam kalam Ilahi, Q.S. Al-Baqarah: 282.” Katanya lagi. Wah diam-diam
aku bangga menjadi bagian dari orang-orang yang mempelajari akutansi, karena jelas-jelas dasarnya ada di
al-quran.
“Baiklah
teman-teman pembahasan selanjutnya mengenai cakupan akuntansi Islam, Dalam
islam, akuntansi bukan hanya bentuk pertanggung jawaban pelaksana perusahaan
kepada para stakeholder (pemangku kepentingan perusahaan) melainkan juga kepada
Sang Pemegang Kekuasaan Langit & Bumi, sehingga cakupan akuntansi Islam harus
sesuai dengan kehendak Nya” dengan mimik muka yang sedikit serius beliau
menjelaskan.
Mba Ely
juga Berbicara tentang zakat, bahwa beberapa abad yang lalu, pada masa
pemerintahan Islam, seluruh zakat secara individu ataupun kolektif akan tersatu-padukan
melalui baitul mal (kas negara) untuk selanjutnya disalurkan secara adil kepada
8 ashnaf yang termaktub dalam al-Qur’an.
Sambil
berdiri dari tempat duduknya mba ely berjalan kearah kanan menuju tempat
monitor, setelah pas disamping kanan monitor beliau pun menunjukkan jari
telunjuknnya kearah monitor sebagai isyarat supaya kami lebih memperhatikan isi
slide yang ada di monitor, terpampanglah tulisan “Dikotomi akutansi islam filosofis-teoritis dan praktis”
Beliau
menjelaskan para pakar terbagi dalam
dikotomi pemikiran, pertama Teoritis-filosofis Kelompok ini menginginkan
dan mengharuskan akuntansi Islam memiliki konsep yang khas, yang membuatnya
berbeda dengan konsep konvensional, sehingga ia harus berdiri di atas konsepnya
sendiri tanpa mengadopsi konsep akuntansi konvensional. Pakar-pakar ini
menganggap, akuntansi Islam tidak akan sesuai jika diterapkan di atas sistem
ekonomi konvensional. Sehingga harus dilakukan revolusi atas sistem ekonomi
yang berlaku menjadi sistem ekonomi Islam. Namun jelas, waktu yang dibutuhkan
jauh lebih panjang. Selanjutnya Pragmatis Pakar-pakar akuntansi
pragmatis meyakini, di tengah penerapan sistem ekonomi konvensional, akuntansi
Islam harus mampu beradaptasi dengan sistem yang ada, sehingga harus dapat
mengkombinasikan antara konsep konvensional dan konsep Islam. Hal ini bertujuan
agar akuntansi Islam memenuhi sifat wajibnya. Sehingga akuntansi Islam dapat langsug
digunakan pada tempo yang lebih singkat.
Tambah
berkerut keningku mendengar penjelasan ini, tapi diam-diam sebenarnya aku kagum
dengan keluasan ilmu pemateri, ingin sekali aku bisa seperti beliau.
Tepat
setelah menjelaskan dikotomi pemikiran akutansi islam, mba ely kembali
melangkahkan kakinya ketempat duduk dan beliau diam sejenak, sepertinya memberikan
waktu untuk peserta kajian mencerna penjelasan beliau.
“Lanjut
yah ini slide terakhir sekaligus materi terakhir untuk kajian pekan ini” kata
mb ely, “oke deh mba” kataku dalam hati
Untuk
yang terakhir ini beliau memaparkan perkembangan akutansi islam, “Dalam hal
perkembangan akuntansi Islam di tingkat internasional, pada tahun 1991 beberapa
negara Islam berhasil membentuk AAOIFI (Accounting & Auditing Organization
for Islamic Financial Institution), berpusatkan di Bahrain. Hal ini sedikit
banyak berimbas pada negeri-negeri mayoritas Muslim lainnya termasuk Indonesia”
“Satu
tahun setelahnya, 1992, terbentuklah Bank syari’ah pertama di Indonesia, Bank
Muamalat. Namun, ironisnya PSAK (Peraturan Standar Akuntansi Keuangan) mengenai
Akuntansi Perbankan Syari’ah barulah terselesaikan pada tahun 2002. Lalu,
selama kurun waktu 10 tahun, standar apakah yang digunakan dalam pencatatan
akuntansi di Bank Syari’ah tertua di negeri ini ? ”
Beliau
menutup kajian dengan sebuah harapan “Semoga kedepannya akuntansi Islam dapat
lebih dikenal oleh masyarakat, sehingga nantinya bukan sesuatu yang mustahil,
akuntansi Islam akan digunakan di negeri mayoritas Muslim ini”
“amiin,
semoga aku dan kita semua menjadi bagian dari orang-orang yang mengamalkan
islam secara kaffah melalui bidang kita masing-masing.” doaku dari dalam hati..
kerenn... serasa membaca diary. :)
BalasHapus