(Oleh: Astrini Suci, Staf Divisi Humas dan Media IESC FE UII)
Penerapan
nilai-nilai Islam adalah wajib dalam aspek keseluruhan di kehidupan manusia,
meskipun dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Tapi, sayangnya fenomena
saat ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam secara keseluruhan belum
diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu contohnya adalah
dalam aspek ekonomi yaitu tabungan haji di bank-bank konvensional. Haji adalah
salah satu cara untuk beribadah kepada Allah SWT, sehingga kita harus
memperhatikan dan mengamati secara rinci sistem tabungan yang kita gunakan.
Sistem bunga yang diterapkan bank konvensional merupakan sesuatu yang tidak
pasti karena menyerupai riba dan larangan riba muncul secara eksplisit dalam Al
Quran yang merupakan sumber mutlak bagi seluruh umat Islam. Riba bukan
merupakan bentuk transaksi yang adil. Ini merupakan pelanggaran hukum,
menyebabkan kerugian finansial, menciptakan kesenjangan sosial dan keragaman
antara yang mampu dan tidak mampu karena keuntungan selalu mengalir kepada
orang kaya. Oleh karena itu, tabungan haji di bank konvensional sedang
diperdebatkan saat ini karena Islam melarang penerapan sistem bunga yang
menyerupai riba.
Bank adalah
lembaga keuangan yang memiliki prinsip bisnis dalam distribusi uang dan
tanggung jawab dalam peredaran uang, sedangkan bank konvensional adalah bank
yang memiliki kewajiban yang sama secara konvensional. Sebuah bank bertindak
sebagai perantara antara pelanggan dengan modal surplus untuk
orang-orang dengan modal defisit. Ia
mengumpulkan dana yang akan dibagikan kepada masyarakat umum yang membutuhkan
dana tersebut. Pada dasarnya, bank yang memiliki posisi yang signifikan dan
peranannya terhadap negara-negara yang berusaha untuk meningkatkan ekonomi
mereka, khususnya dalam hubungan dengan kontak ekonomi negara lain. Prinsip
konvensional yang diterapkan bank konvensional mengandung dua metode, yaitu: pertama
adalah mendefinisikan bunga sebagai harga, baik untuk produk-produk seperti
tabungan, deposito, dan produk pinjaman (kredit) yang diberikan dengan tingkat
bunga tertentu. Kedua adalah menerapkan sistem biaya disebut fee
based dengan menggunakan biaya untuk penggunaan layanan dari bank lain.
Dalam bank konvensional pentingnya pemegang saham adalah untuk mengoptimalkan
perbedaan suku bunga antara suku bunga deposito dan pinjaman, pemberi pinjaman
sisi lain mengharapkan bunga tabungan tinggi, sedangkan debitur mengharapkan
suku bunga rendah. Sehingga bank konvensional adalah perantara antara
pihak-pihak tersebut. Adapun bank adalah sebuah institusi, memiliki manajemen
yang sistematis yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan seperti halnya
sistem bunga yang ditentukan pada waktu kontrak dan menguntungkan bagi bank.
Persentase didasarkan pada jumlah uang atau modal yang dipinjamkan. Jumlah
pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda
ketika kondisi ekonomi yang baik. Karena sistem bunga, maka bank konvensional
sedang diperdebatkan saat ini.
Aspek ekonomi harus sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang melarang sistem riba bunga. Kemudian kita mengenal satu sistem bank lain, yaitu sistem bagi hasil “profit loss sharing”. Ini adalah sistem perbankan yang diperbolehkan karena tidak menerapkan sistem bunga dalam semua kegiatan sementara bank konvensional justru sebaliknya. Ini adalah perbedaan yang signifikan antara dua sistem, di mana untuk menghindari sistem bunga yang sedang dikembangkan adalah dengan menjalin kemitraan yang dilakukan dalam bentuk bagi hasil. Dalam sistem perbankan syari’ah, dana nasabah dikelola dalam bentuk deposito atau investasi. Dana yang disimpan dalam sistem ini sangat likuid karena didasarkan pada konsep bahwa bank harus mampu memenuhi setiap kebutuhan konsumen. Likuiditas yang tinggi membuat dana yang disetorkan kurang berkualitas sebagai investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Sedangkan jika dana nasabah yang diinvestasikan, karena konsep investasi adalah risiko bisnis, yang berarti bahwa dalam setiap kesempatan untuk mengambil keuntungan dari usaha yang dilakukan, ada juga risiko untuk menerima kerugian, sehingga antara nasabah dan bank sama-sama berbagi baik manfaat dan risiko. Sesuai dengan fungsi bank sebagai perantara, lembaga distribusi uang dari deposan kepada peminjam, dana nasabah yang dikumpulkan oleh deposito atau investasi dan digunakan untuk transaksi komersial yang memungkinkan. Jadi, konsep berbagi hanya dapat bekerja jika dana nasabah di bank yang diinvestasikan ke dalam bisnis, maka laba usaha milik bersama. Dengan demikian sistem bagi hasil membuat ukuran dari keuntungan yang diterima oleh pelanggan sama dengan ukuran keuntungan bank. Dalam sistem ini pelanggan mendapatkan keuntungan dari kesepakatan berbagi. Berbagi perjanjian ditentukan oleh sejumlah keuntungan rasio pembagian. Rasio bagi hasil antara bank dan nasabah ditentukan di muka, misalnya saham masing-masing pihak adalah 60:40, yang berarti bahwa hasil yang diperoleh akan didistribusikan sebesar 60% kepada pelanggan dan 40% untuk bank. Dalam struktur organisasi sebuah bank Islam diperlukan Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS mengawasi semua kegiatan bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah. Sampel bank yang menerapkan sistem bagi hasil kerugian, antara lain Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, BCA Syariah, Bank Bukopin Syariah, dan perbankan syar’iah lainnya.
Sistem bunga dalam Islam masih diperdebatkan antara ulama
'apakah bunga diperbolehkan atau tidak, meskipun larangan riba tercantum dalam
Al-Qur'an. Mereka memiliki pendapat dan perspektif yang berbeda terhadap sistem
bunga. Beberapa dari mereka mengatakan bunga sama dengan riba dan oleh karena itu dilarang,
sementara yang lain mengatakan sebaliknya. Ada banyak alasan dari ulama 'Ahli
fiqh yang memungkinkan penerapan sistem bunga di bank konvensional, yaitu:
(a) bunga bukanlah riba yang dilarang seperti yang disebutkan dalam
Quran dan Hadits,
(b) riba adalah bunga yang dilipatgandakan, sedangkan bunga bank
tidak seperti halnya riba.
Menurut Sayyid Muhammad Thanthawi mengatakan bahwa bank
konvensional atau deposito diperbolehkan dan halal dalam berbagai bentuk penentuan bunga. Karena di samping sistem
bunga akan menghindari perselisihan atau penipuan di masa depan, penentuan bunga dilakukan setelah perhitungan
yang cermat, dan diterapkan antara nasabah dan bank atas dasar kemauan mereka.
Menurut Dr Abdullah Ibrahim Al Nasir Islam tidak akan menjadi kuat tanpa adanya
kekuatan dalam aspek ekonomi, dan tidak akan ada kekuatan ekonomi yang
berkelanjutan tanpa bank, sedangkan tidak ada perbankan tanpa riba. Sistem
perbankan memiliki perbedaan yang jelas dengan riba yang dilarang dalam Al
Qur'an yang mulia, karena siatem bunga adalah sistem baru atau muamalah, itu
berarti bahwa hukumnya tidak tercantum dalam Al-Qur'an yang menjelaskan tentang
larangan riba. Menurut keputusan Majma al-Buhust al-Islamiyah 2002 penentuan
keuntungan bagi mereka yang menginvestasikan uang mereka melalui bank atau
non-bank adalah halal, asalkan kedua belah pihak bersedia untuk transaksi.
Sedangkan ulama 'yang memutuskan sistem bunga melanggar hukum dan
dilarang juga memiliki alasan khusus yang terkait dengan ayat-ayat Al-Qur'an.
Bunga memiliki beberapa karakteristik, yaitu: penentuan bunga pada saat kontrak
dibuat dengan asumsi harus selalu menguntungkan, jumlah persentase berdasarkan
pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan, pembayaran bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek dilaksanakan oleh klien adalah laba
atau rugi, jumlah pembayaran bunga tidak meningkat meskipun jumlah keuntungan
berlipat ganda, keberadaan bunga tersebut diragukan (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001). Dari karakteristik tersebut, mayoritas ulama memutuskan bunga
sama riba dan karena itu dilarang. Menurut Rapat 150 Ulama 'dalam konferensi
penelitian Islam di Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir sepakat
bahwa keuntungan atas berbagai macam pinjaman, semua adalah praktek-praktek
terlarang, termasuk bunga bank. Majma'al Fiqh al-Islamy, Negara OKI yang
diselenggarakan di Jeddah pada 10-16 Juni Rabi'ul Awwal 1406 H/22 dari Desember
1985 memiliki keputusan yang sama bahwa bunga tidak diperbolehkan. Menurut
National Fatwa Syariah Board (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2000
yang menyatakan bahwa bunga bank tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Ada dua kelompok
pendapat tentang tabungan haji di bank-bank konvensional. Kasus ini karena sistem
bunga dalam sistem perbankan konvensional diragukan. Kelompok pertama
berpendapat bahwa sistem bunga diperbolehkan karena sistem bunga bukanlah jenis
riba dan penentuan keuntungan bagi mereka yang menginvestasikan uang mereka
melalui bank atau non-bank adalah halal, asalkan kedua belah pihak bersedia
untuk melakukan transaksi. Sedangkan pendapat kedua adalah bunga bank
sama dengan riba karena Islam melarang penggunaan uang untuk uang, uang hanya
untuk nilai tukar dan karena jumlah bunga yang ditentukan pada saat kontrak
tanpa mengetahui apakah upaya ini akan mendapatkan keuntungan atau menderita
kerugian adalah hal yang tidak pasti (gharar) dalam Islam. Dengan
demikian, tabungan haji di bank konvensional sedang diperdebatkan saat ini
karena Islam melarang penerapan sistem bunga. Sebagai Muslim kita harus berhati
– hati terhadap sistem tabungan yang
kita gunakan untuk menghindari larangan
syariah. Jadi, dengan bentuk perhatian ini kita dapat menerapkan nilai-nilai
Islam dalam berbagai aspek kehidupan.
0 komentar:
Posting Komentar