Kamis, 21 Februari 2013

Jangan Bersembunyi di Balik Topeng

Oleh : Eko Purnomo (Koordinator Divisi Humas IESC FE UII)


 
            Mungkin kerap kali diri ini merasa lebih baik, lebih pandai, lebih bisa daripada orang lain. Padahal, kenyataannya tak selalu demikian. Egosentrisme yang terlalu membumbungkan diri ini merasa lebih baik dari orang lain pada hakikatnya adalah bersumber dari nafsu ammaroh kita. Imbasnya apabila kita merasa lebih baik dari orang lain adalah cenderung pada arah kesombongan dan selalu ingin menang sendiri, ingin dianggap bahwa diri ini yang paling benar dan paling baik. Padahal  Seperti yang termaktub dalam al-qur’an Allah melarang hamban-hamba-Nya untuk tidak berlaku takabur diatas muka bumi ini, dan pada hadits rasul diterangkan bahwa tidak akan masuk surga seseorang yang di dalamnya ada rasa sombong walaupun sebesar biji dzarroh-pun. Yang perlu kita garis bawahi adalah walaupun kesombongan itu hanya ada sangat sedikit, maka tidak akan dapat masuk surga. Na’uudzubillaahi mindzaalik. Karena sifat sombongan itu hakikatnya hanya milik Allah SWT. saja.


            Mungkin sering kita tak sadar bahwa diri ini ingin selalu terlihat oleh manusia sebagai insan yang baik, tapi internal kita begitu buruk di pandangan Allah, dengan seperti inilah kita akan senantiasa menikmati kedok kita. Dan akibatnya, imbas dari diri ini ingin selalu merasa lebih baik dari orang lain yang berbuntut pada kesombongan dan berpengaruh juga pada diri ini ingin selalu dipandang baik dan gemar mengekspos kebaik-kebaikan diri ini (baca: riya’), namun sangat tidak suka apabila ada orang yang memandang diri ini dari kacamata yang buruk.
Padahal, diri ini –khususnya diri penulis-- lebih banyak keburukannya dibandingkan yang baiknya. Bukankah orang yang dipandang baik oleh masyarakat  lantaran oleh Allah tidak dibukakan aib-aibnya, bukan karena prestasi-prestasi yang ada dalam dirinya semata (Jika diri ini gemar bermawas diri, bermuhasabah, mau dan tidak malu untuk mengakui kekurangan.)
Apabila diri merasa paling baik, maka tatkala menerima lontaran kritikan atau saran pastilah akan berontak dan tidak terima, padahal bisa jadi kritikan atau saran tersebut amat berguna dan begitu konstruktif.
Namun sebaliknya, jika diri ini mengakui kekurangannya, maka apabila menerima tajamnya kritikan pastilah akan disambutnya dengan senyum syukur; lantaran bisa menjadi bahan instrospeksi. Seperti halnya pada suatu kisah amirul mukminin sayyidina ‘Umar bin Khottob R.A., yang menyambut kritikan dari salah seorang rakyatnya dengan senyum sejuk, dan beliau berterima kasih padanya. Karena beliau merasa jika tidak ada yang mengkritiknya khawatir apabila ia melakukan kesalahan, maka tidak ada yang menegur dan menasihatinya.

            Kita ambil contoh, pada sebagian besar orang menilai bahwa seorang wanita tuna susila itu ialah insan yang amat hina dan dicap sebagai sampah masyarakat. Akan tetapi, adakah orang yang tahu kapan, dimana dan bagaimana akhir hayat dari labirin kehidupannya?. Apakah kita tahu bahwa akhir hidupnya itu suul khotimah dan akhir hidup kita ini husnul khotimah?. Apakah kita bisa menjamin hal demikian?. Pastinya kita tidak tahu. Lantas, apa motivasi diri ini untuk selalu menganggap bahwa diri ini lebih baik dari orang lain?. Tentunya, hanya Dzat Yang Maha Mebolak-balikkan hatilah Yang Maha Tahu dan Yang Maha Berkuasa untuk menentukan ajal makhluk-makhluk-Nya.

            Janganlah kita malu dan enggan untuk mau mengakui kekurangan diri, jangan biarkan hati ini gelisah dan menjerit dibalik busuknya topeng. Karena diri yang baik ialah yang selalu memperbaiki diri dan dapat memetik hikmah dari setiap bait-bait hayatnya serta yang ikhlas karena Allah.
Mari belajar ikhlas untuk mau mengakui kekurangan diri. Dan semoga yang merangakai kata-kata diatas dapat diejawantahkan dengan baik dan menjadi pengingat oleh sang perangkainya. Pada dasarnya, diri dan hati yang fakir ini ingin senantiasa belajar melangkah menuju kawah yang lebih baik dan lebih baik lagi. Semoga Allah senantiasa menempatkan kita semua sebagai hamba-hamba-Nya yang berada dalam atmosfer sejuknya syukur dan nikmatnya beristiqomah pada-Nya. InsyaaAllah.
Aamiin yaa robbal’aalamiin.
Wallaahu’alam bishshowaab.

Categories: , ,

0 komentar:

Posting Komentar