Kamis, 21 Februari 2013

Jangan Bersembunyi di Balik Topeng

Oleh : Eko Purnomo (Koordinator Divisi Humas IESC FE UII)


 
            Mungkin kerap kali diri ini merasa lebih baik, lebih pandai, lebih bisa daripada orang lain. Padahal, kenyataannya tak selalu demikian. Egosentrisme yang terlalu membumbungkan diri ini merasa lebih baik dari orang lain pada hakikatnya adalah bersumber dari nafsu ammaroh kita. Imbasnya apabila kita merasa lebih baik dari orang lain adalah cenderung pada arah kesombongan dan selalu ingin menang sendiri, ingin dianggap bahwa diri ini yang paling benar dan paling baik. Padahal  Seperti yang termaktub dalam al-qur’an Allah melarang hamban-hamba-Nya untuk tidak berlaku takabur diatas muka bumi ini, dan pada hadits rasul diterangkan bahwa tidak akan masuk surga seseorang yang di dalamnya ada rasa sombong walaupun sebesar biji dzarroh-pun. Yang perlu kita garis bawahi adalah walaupun kesombongan itu hanya ada sangat sedikit, maka tidak akan dapat masuk surga. Na’uudzubillaahi mindzaalik. Karena sifat sombongan itu hakikatnya hanya milik Allah SWT. saja.

Sabtu, 16 Februari 2013

IESC FE UII dalam Bingkai Temilreg; Bahan Evaluasi Diri


(Oleh Gilang Mukti Prabowo, Divisi PPWI)


  Hari benar-benar cepat berlalu. Sudah sepekan sejak saat itu. Saat yang cukup mendebarkan sebenarnya waktu awal, “sepertinya”. Hanya saja perasaan berdebar-debar itu langsung berganti dengan “kaget”. Kaget? Ya nanti kujelaskan.

    Setelah seleksi diumumkan, tim ternyata sudah dibentuk dengan beranggotakan tiga orang. Kali ini IESC FE UII berniat mengirim empat tim olimpiade ditambah dengan Mas Shaleh yang mewakili penulisan LKTI. Tidak banyak buang waktu masing-masing pun belajar dengan giat. Meminjam buku di perpustakaan, membaca dari internet, merangkum, sampai meng-copy dan mempelajari soal-soal temilreg dan temilnas pun dilakukan. Mas Fikri sendiri sempat merasa heran dengan semangat dan rajinnya teman-teman belajar. Hal ini tentunya sebuah keharusan bagi tim lolos seleksi temilreg mengingat pengetahuan tim yang masih sangat sedikit. Ya, temilreg (Temu Ilmiah Regional) merupakan agenda tahunan dari FoSSEI (Forum Studi Silaturahim Ekonomi Islam) Regional Yogyakarta, yang pada kesempatan kali ini dihelat di Fakultas EKonomi, Universitas Negeri Yogyakarta.

   Bukannya tanpa kendala, persiapan temilreg punya kendala besar yang tidak mungkin dihindari. Waktu persiapan bertabrakan dengan Ujian Akhir Semester (UAS) di FE UII. Memang jadwal UAS yang tidak setiap hari ada sebenarnya sedikit menguntungkan untuk persiapan, hanya saja saat ujian yang akan dilangsungkan merupakan mata kuliah yang sulit maka waktu persiapan direlakan untuk belajar. Jadwal ujian yang berbeda-beda juga menjadi hambatan tersendiri untuk dilaksanakannya belajar bersama. Hal tersebut pun tidak mungkin disalahkan kepada tim karena kewajiban utama anggota tim ada pada perkuliahan.

   Saat yang ditunggu-tunggu semakin dekat. Dua hari sebelum temilreg kami dijamu dengan beberapa soal yang diberikan oleh Pembina Tim, Ely Windarti Astuti, SE. Saat tinggal satu hari, diadakan evaluasi soal yang dikerjakan hari sebelumnya. Mba Ely juga membuatkan rangkuman jawaban soal persiapan terakhir. Beliau sendiri meminta maaf secara tertulis dalam rangkuman tersebut karena tidak bisa menemani tim di olimpiade esok. Setelah dievaluasi, hasilnya Alhamdulillah. Evaluasi diakhiri dengan doa. Sepertinya semua berdoa dalam hati sendiri, semoga esok akan sukses. Persiapan terakhir diakhiri dengan tradisi kas kami; foto-foto.

    Apa yang dilakukan setiap anggota tim malam sebelum olimpiade ya? Pasti mereka tetap berdoa. Besoknya, jam setengah tujuh, jam yang sudah disepakati untuk berkumpul, lewat sedikit sih, akhirnya semua anggota tim sudah berkumpul kecuali Mba Nurfitri Martaliah  yang langsung menuju ke tempat.  Kata Mas Fikri, banyak teman-teman yang mendoakan kesuksesan kami. Terima kasih teman doanya. Setelah berdoa pula, tim berangkat.

   Sampai di tempat, ternyata olimpiade sudah dimulai. Tim-tim dari Universitas lain sudah mulai mengerjakan. Setiap anggota tim langsung menuju ke tempat tesnya masing-masing. Disini lah yang ku maksudkan dengan rasa berdebar diganti dengan rasa kekagetan. Rasa berdebar saat akan mengambil soal hilang seketika. Soal-soal olimpiade yang dikeluarkan sangat berbeda dengan yang diprediksi. Hampir sebagian besar soal merupakan soal ekonomi konvensional sedangkan saat persiapan, --kebanyakan yang saya tahu -- belajar ekonomi Islam. Benar-benar tidak terkira. Saya sendiri hanya senyam-senyum mencoba menghibur diri. Entah bagaimana reaksi teman-teman.

   Pengumuman dibacakan setelah pembukaan. Walaupun sempat berharap, tapi ternyata Allah berkehendak lain. Dari sembilan tim lolos penyisihan yang dibacakan tidak ada nama empat tim IESC. Kesal memang, tapi itulah hasil yang harus diterima dengan lapang. UGM Berjaya di penyisihan dengan mengirimkan lima timnya lolos. Walaupun akhirnya hanya menyisakan satu di final. STEI Yogyakarta yang tidak terpikirkan oleh saya, mereka yang keluar sebagai Juara 1 dan Juara 2. Mas Fikri juga bercerita disini tentang persiapan yang dilakukan universitas lain, seperti UGM yang walaupun hanya sepuluh hari tapi mereka rela sampai bermalam. Bagaimana dengan kita?

   Sebenarnya hasil kami tidak terlalu buruk, karena tidak menempati urutan terbawah (mencoba menghibur diri). Melihat kekalahan telak ini sepertinya, jika lolos penyisihan pun kami (menurut saya), maaf, akan langsung tumbang. Bukan tanpa alasan tentunya. Mengingat pengetahuan dan pengalaman tim yang masih sedikit. Jika kami, anggota tim nya yang tertua dari angkatan 2011, tim lain menurut sumber ada yang dari 2010 (lagi-lagi mencoba menghibur diri).

    Tentunya kekalahan ini akan menjadi tidak bermakna jika kita tidak bisa mengambil pelajaran. Saatnya evaluasi diri, sudah seberapa jauh kita dibandingkan dengan mereka. Sudah layakkah kita disejajarkan dengan mereka? Dengan kondisi seperti ini, jika tanpa perubahan, bermimpi menjadi juara pun tak layak. Jalan ternyata masih sangat jauh.

    Sebenarnya kekalahan ini bukanlah tak bermanfaat. Seperti yang dikatakan Mas Fikri “paling tidak dari kekalahan ini, ada yang berbeda dari anggota tim. Pengetahuan dan pengalaman bertambah.Jangan lengah, tetap semangat. Tidak ada sesuatu yang dilakukan merupakan kesia-sian kecuali kita tidak bisa mengambil manfaat darinya.”
(Regard!, Gilang Kotaro).

Jumat, 15 Februari 2013

Mengenal Makna Kecantikan Perempuan

(Oleh : Kurniawan Syahputra, Koordinator Divisi Kewirausahaan IESC FE UII)



                Sebelumnya saya minta maaf kepada temen – temen, karena tulisan saya kali ini tidak membicarakan masalah ekonomi islam. Ini dikarenakan tulisan saya ingin tampil beda dari yang lain . .hehehehe

                Oke, kali ini tulisan saya akan membahas tentang makna kecantikan dari perempuan.  Siapa sihh yang gak ingin tampil cantik ?, Sudah menjadi fitrah perempuan, jika  mereka ingin tampil beda dalam setiap saat dan keadaan. Jarang sekali ada perempuan yang tidak memperdulikan penampilan mereka. Mungkin hanya segelintir saja perempuan yang tidak memperdulikan penampilan mereka untuk tampil cantik. Kali ini tulisan saya akan sedikit membahas tentang makna  kecantikan dari perempuan.

                Keinginan perempuan untuk tampil cantik mendorongnya melakoni berbagai  perawatan kecantikan. Banyak perempuan rela berkorban mengeluarkan biaya yang tidak sedikit demi meraih kecantikan fisik. Lalu bagaimana perempuan – perempuan meraih kecantikan jiwa ?

                Allah SWT menciptakan semua perempuan itu cantik. Cantik itu identik dengan perempuan. Setiap perempuan ingin cantik, maka tak heran jika perempuan  melakukan berbagai cara untuk melakukan perewatan demi menjaga kecantikannya. Dan fenomena – fenomena salon kecantikan yang selalu dibanjiri perempuan untuk merawat kecantikan mereka pun sudah tidak asing lagi. Jangankan perempuan, laki – laki aja banyak juga yang pergi ke salon untuk merawat diri mereka. (Hmmmm, sungguh aneh ya jika laki – laki pergi ke salon untuk merawat diri mereka.)

Kamis, 07 Februari 2013

Perekonomian di Masa Khulafaturrasyidin

   Masa Kholifah Abu Bakar Ash-shiddiq
      (Oleh: Arief H. Prayoga, Divisi Kajian)



Setelah Rasulluah meninggal penggantinya adalah Abu Bakar Assidiq, nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Usman bin Amir bin Mar bin Ka’ab bin Sa’ad bin Tamim bin Murrah bin Ka’ab bin Luay Al-taymi Al-Quraysi. Beliau bergelar assidiq ( dapat di percaya ) karena pada saat isra mi’raj beliau yang pertama kali membenarkan kejadian itu, dimana yang lain tidak percaya akan perjalanan rasullulah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan langsung ke sidratulmuntaha hanya satu malam.

    Sebelum menjadi khalifah Abu Bakar  tinggal di pinggiran kota Madinah yang benama Sikh yang dimana tempat Baitul Mal di bangun, setelah beliau pindah ke kota Madinah beliau menunjuk sebuah rumah untuk dijadikan Baitul Mall mungkin untuk mempermudah pendistribusian dana Baitul Mal. Pada zaman Abu Bakar sebagai khalifah, beliau menunjuk Abu Ubaid sebagai penanggung jawab Baitul Mal. Abu Ubaid sendiri adalah pengarang  kitab al-amwal yang masih dijadikan rujukan oleh para ekonom pada saat ini.
Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat sebagaimana yang ia katakan pada Anas ( seorang amil ) bahwa :
“ Jika seorang yang harus membayar satu unta beliau berumur setahun sedangkan dia tidak memilikinya dan ia menawarkan untuk memberikan seekor unta betina yang berumur dua tahun. Hal tersebut dapat diterima, Kolektor zakar akan mengembalikan 20 dirham atau dua kambing padannya ( sebagai kelebihan pembayarannya )”. ( Adiwarman A Karim (2001) ).
Abu bakar juga menginstruksikan kepada amil yang sama bahwa kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat digabungkan, atau kekayaan yang telah digabungkan tidak dapat dipisahkan. Hal ini ditakutkan akan terjadi kelebihan pembayaran atau kekurangan penerimaan zakat.

Senin, 04 Februari 2013

Salah Kaprahnya Gadai Emas Syariah


(Oleh I. S. Siregar, Divisi PPWI)


     Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menafsirkan kata “gadai” sebagai “meminjam uang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan, jika telah sampai pada waktunya tidak ditebus, barang itu menjadi hak yang memberi pinjaman”.
     Menurut Syafi’i Antonio dalam karyanya Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik Pengertian gadai (rahn) mengutip pandangan Sayyid Sabiq, ialah penyimpanan sementara hak milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh si piutang, berarti brang yang dititipkan pada si piutang dapat diambil kembali dalam jangka waktu tertentu. Al Baqarah ayat 283 menyebutkan “jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memeperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)..” secara eksiplit disebutkan barang tanggungan dipegang oleh yang berpiutang. Dalam dunia ekonomi, barang tanggungan dikenal dengan jaminan (kolateral) atau objek gadai.[1]
     Konteks dari dua pengertian di atas ialah penggadaian umum (bukan emas), bagaimana dengan penggadaian emas?
    Gadai emas syariah saat ini sedang digandrungi banyak orang baik yang berorientasi baik (maqashid syariah) maupun yang beorientasi melenceng, ada yang bertujuan investasi, hedging nilai aset, hingga terjun untuk berspekulasi. Bagian yang melenceng inilah menjadi pekerjaan rumah para pemerhati umat.
    Gadai emas syariah ialah produk Unit Usaha Syariah berupa fasilitas pembiayaan dengan cara memberikan utang (qardh) kepada nasabah dengan jaminan emas (perhiasan/lantakan) dalam sebuah akad gadai (rahn). Dari kesepakatan ini Unit Usaha Syariah (bank syariah) mengambil upah (ujrah) atas jasa penyimpanan/penitipan yang dilakukan atas emas tersebut berdasarkan akad jasa (ijarah). (Fatwa DSN MUI No 26/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai emas).
   Pada hakikatnya prinsip yang mendasari gadai ialah keterdesakan, bila dalam keadaan terdesak dan membutuhkan sejumlah dana maka salah satu solusinya berkunjung ke penggadaian. Namun, masih ada beberapa oknum mencoba menyamarkan prinsip gadai dengan menawarkan produk investasi  yang jelas-jelas tidak ada unsur keterdesakan.
    Seperti hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari A’isyah r.a., ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w pernah membeli makanan dengan berutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya”.
   Hadits di atas menggambarkan bahwa dalam  kebutuhan mendasar dan keadaan terdesaklah Nabi menggadaikan baju perangnya, karena yang dibeli Nabi dengan menggadaikan baju perangnya ialah makanan. Makanan termasuk dalam kebutuhan dasar dan sangat dibutuhkan. Menurut amat penulis penggadaian sebaiknya diorientasikan pada kebutuhan dasar bukan pada kebutuhan investasi (investment oriented) mau pun mencari modal (capital oriented).
   Unit Usaha Syariah PT Bank CIMB Niaga Syariah sedang asyik mengembangkan sayap usahanya di bidang gadai emas, per desember 2012 pembiayaan gadai emas CIMB Syariah mencapai Rp. 126,29 miliar, berkembang 89% dari tahun sebelumnya, Desember 2011. Head of Syariah Banking CIMB Niaga Syariah, Saefudin Noer mengatakan emas masih menjadi pilihan utama masyarakat. “Hal ini berdampak positif terhadap bisnis jual-beli emas, termasuk bisnis gadai emas”, ungkap Saefudin. (Kompas, edisi 21 Januari 2013).
   Mengapa gadai emas lebih dipilih dalam berinvestasi emas? Karena gadai emas memiliki risiko yang rendah dengan hitung-hitungan yang mudah dipahami nasabah dan apresiasi terhadap emas dari waktu ke waktu terus meningkat sehingga nilai emas pun ikut terdongkrak. Nasabah pun tergiur dan akhirnya terjun berinvestasi di penggadaian emas.
Ada 4 (empat) point yang tercantum dalam fatwa DSN MUI No 26/DSN-MUI/III/2002, 2 (dua) diantaranya:
  1. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin).
  2. Ongkos sebagaimana dimaksud ayat sebelum, besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan
    Dalam praktiknya ongkos (fee) penyimpanan emas atau safe deposit box yang dilaksanakan oleh beberapa bank tidak sesuai dengan point nomor 2. Contohnya tarif safe deposit box (SDB) yang ditawarkan BNI; ukuran kecil (3x5x24 inch) seharga Rp.100.000 per tahun, ukuran sedang (5x10x24 inch) seharga Rp.250.000 per tahun dan ukuran besar (15x10x24 inch) seharga Rp.700.000 per tahunnya. Jika nasabah ingin menyimpan emas seberat 2 gram (kurang lebih sebesar koin Rp. 500) maka safe deposit inbox (SDB) yang dibutuhkan ialah ukuran yang paling kecil. Anehnya di salah satu bank syariah, dalam brosurnya menetapkan tarif untuk emas 2 gram sebesar 11.800/15 hari[2]. Bisa diabanyagkan penetapan harga sebesar ini apakah perlu hanya untuk menyimpan emas seberat 2 gram (kira-kira seukuran koin Rp.500)? tentu tidak seusai dengan point kedua dari fatwa MUI di atas.
EPILOG
   Nasabah dituntut untuk cerdas dalam memfaatkan fasilitas-fasilitas keuangan publik syariah. Para bankir keuangan publik syariah pun dibebankan atas konsep fundamenatal yang benar seusai dengan ketentuan hukum dan syara yang ditetapkan. Karena pada dasarnya transaksi dalam Islam harus memenuhi ketentuan hukum syara. Mari memanfaatkan gadai emas syariah sebaik mungkin agar manfaatnya dirasakan semua golongan, tidak hanya berputar pada segilintir orang saja. Demi terwujudnya kesejahteraan bersama, kemalahatan umat yang terjamin. Nasabah dan bankir dituntut untuk memahami konsep lembaga-lembaga keuangan syariah secara mendalam, terkhusus lembaga gadai emas syariah agar gadai emas syariah dalam praktiknya tidak salah kaprah.

[1] Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm 314
[2] Lihat www.konsultasisyariah.com, diakses pada tanggal 23 Januari 2013