(Oleh Gilang Mukti Prabowo, Divisi PPWI)
Hari benar-benar cepat berlalu. Sudah sepekan sejak saat itu. Saat
yang cukup mendebarkan sebenarnya waktu awal, “sepertinya”. Hanya saja perasaan
berdebar-debar itu langsung berganti dengan “kaget”. Kaget? Ya nanti kujelaskan.
Setelah seleksi diumumkan, tim ternyata sudah dibentuk dengan beranggotakan
tiga orang. Kali ini IESC FE UII berniat mengirim empat tim olimpiade ditambah
dengan Mas Shaleh yang mewakili penulisan LKTI. Tidak banyak buang waktu masing-masing
pun belajar dengan giat. Meminjam buku di perpustakaan, membaca dari internet,
merangkum, sampai meng-copy dan
mempelajari soal-soal temilreg dan temilnas pun dilakukan. Mas Fikri sendiri
sempat merasa heran dengan semangat dan rajinnya teman-teman belajar. Hal ini tentunya
sebuah keharusan bagi tim lolos seleksi temilreg mengingat pengetahuan tim yang
masih sangat sedikit. Ya, temilreg (Temu Ilmiah Regional) merupakan agenda
tahunan dari FoSSEI (Forum Studi Silaturahim Ekonomi Islam) Regional
Yogyakarta, yang pada kesempatan kali ini dihelat di Fakultas EKonomi, Universitas
Negeri Yogyakarta.
Bukannya tanpa kendala, persiapan temilreg punya kendala besar yang
tidak mungkin dihindari. Waktu persiapan bertabrakan dengan Ujian Akhir Semester
(UAS) di FE UII. Memang jadwal UAS yang tidak setiap hari ada sebenarnya
sedikit menguntungkan untuk persiapan, hanya saja saat ujian yang akan
dilangsungkan merupakan mata kuliah yang sulit maka waktu persiapan direlakan
untuk belajar. Jadwal ujian yang berbeda-beda juga menjadi hambatan tersendiri untuk
dilaksanakannya belajar bersama. Hal tersebut pun tidak mungkin disalahkan kepada
tim karena kewajiban utama anggota tim ada pada perkuliahan.
Saat yang ditunggu-tunggu semakin dekat. Dua hari sebelum temilreg
kami dijamu dengan beberapa soal yang diberikan oleh Pembina Tim, Ely Windarti
Astuti, SE. Saat tinggal satu hari, diadakan evaluasi soal yang dikerjakan hari
sebelumnya. Mba Ely juga membuatkan rangkuman jawaban soal persiapan terakhir.
Beliau sendiri meminta maaf secara tertulis dalam rangkuman tersebut karena
tidak bisa menemani tim di olimpiade esok. Setelah dievaluasi, hasilnya
Alhamdulillah. Evaluasi diakhiri dengan doa. Sepertinya semua berdoa dalam hati
sendiri, semoga esok akan sukses. Persiapan terakhir diakhiri dengan tradisi
kas kami; foto-foto.
Apa yang dilakukan setiap anggota tim malam sebelum olimpiade ya? Pasti
mereka tetap berdoa. Besoknya, jam setengah tujuh, jam yang sudah disepakati
untuk berkumpul, lewat sedikit sih,
akhirnya semua anggota tim sudah berkumpul kecuali Mba Nurfitri Martaliah yang langsung menuju ke tempat. Kata Mas Fikri, banyak teman-teman yang
mendoakan kesuksesan kami. Terima kasih teman doanya. Setelah berdoa pula, tim
berangkat.
Sampai di tempat, ternyata olimpiade sudah dimulai. Tim-tim dari
Universitas lain sudah mulai mengerjakan. Setiap anggota tim langsung menuju ke
tempat tesnya masing-masing. Disini lah yang ku maksudkan dengan rasa berdebar
diganti dengan rasa kekagetan. Rasa berdebar saat akan mengambil soal hilang seketika.
Soal-soal olimpiade yang dikeluarkan sangat berbeda dengan yang diprediksi.
Hampir sebagian besar soal merupakan soal ekonomi konvensional sedangkan saat
persiapan, --kebanyakan yang saya tahu -- belajar ekonomi Islam. Benar-benar
tidak terkira. Saya sendiri hanya senyam-senyum mencoba menghibur diri. Entah
bagaimana reaksi teman-teman.
Pengumuman dibacakan setelah pembukaan. Walaupun sempat berharap,
tapi ternyata Allah berkehendak lain. Dari sembilan tim lolos penyisihan yang
dibacakan tidak ada nama empat tim IESC. Kesal memang, tapi itulah hasil yang
harus diterima dengan lapang. UGM Berjaya di penyisihan dengan mengirimkan lima
timnya lolos. Walaupun akhirnya hanya menyisakan satu di final. STEI Yogyakarta
yang tidak terpikirkan oleh saya, mereka yang keluar sebagai
Juara 1 dan Juara 2. Mas Fikri juga bercerita disini tentang persiapan yang
dilakukan universitas lain, seperti UGM yang walaupun hanya sepuluh hari tapi
mereka rela sampai bermalam. Bagaimana dengan kita?
Sebenarnya hasil kami tidak terlalu buruk, karena tidak menempati
urutan terbawah (mencoba menghibur diri). Melihat kekalahan telak ini
sepertinya, jika lolos penyisihan pun kami (menurut saya), maaf, akan langsung
tumbang. Bukan tanpa alasan tentunya. Mengingat pengetahuan dan pengalaman tim
yang masih sedikit. Jika kami, anggota tim nya yang tertua dari angkatan 2011,
tim lain menurut sumber ada yang dari 2010 (lagi-lagi mencoba menghibur diri).
Tentunya kekalahan ini akan menjadi tidak bermakna jika kita tidak
bisa mengambil pelajaran. Saatnya evaluasi diri, sudah seberapa jauh kita
dibandingkan dengan mereka. Sudah layakkah kita disejajarkan dengan mereka? Dengan
kondisi seperti ini, jika tanpa perubahan, bermimpi
menjadi juara pun tak layak. Jalan ternyata masih sangat jauh.
Sebenarnya kekalahan ini bukanlah tak bermanfaat. Seperti yang
dikatakan Mas Fikri “paling tidak dari kekalahan ini, ada yang berbeda dari
anggota tim. Pengetahuan dan pengalaman bertambah.Jangan lengah, tetap
semangat. Tidak ada sesuatu yang dilakukan merupakan kesia-sian kecuali kita
tidak bisa mengambil manfaat darinya.”
(Regard!, Gilang Kotaro).