Novita Kusuma Maharani (Sekretaris IESC FE UII)
Konsumsi
berlebih-lebihan yang merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan,
dikutuk dalam islam dan disebut dengan istilah israf (pemborosan) atau tabzir
(menghambur-hamburkan harta tanpa guna). Menurut Islam, anugerah-anugerah
Allah itu milik semua manusia dan suasana yang menyebabkan sebagian diantara
anugerah-anugerah itu berada di tangan orang-orang tertentu tidak berarti bahwa
mereka dapat memanfaatkan anugerah-anugerah itu untuk mereka sendiri; sedangkan
orang lain tidak memiliki bagiannya sehingga banyak diantara anugerah-anugerah
yang diberikan Allah kepada umat manusia itu masih berhak mereka miliki
walaupun mereka tidak memperolehnya. Dalam Al-Qur'an Allah SWT mengutuk dan
membatalkan argumen yang dikemukakan oleh orang kaya yang kikir karena
ketidaksediaan mereka memberikan bagian atau miliknya ini.
Bila dikatakan kepada mereka,
"Belanjakanlah sebagian rizqi Allah yang diberikan-Nya kepadamu,"
orang-orang kafir itu berkata, "Apakah kami harus memberi makan
orang-orang yang jika Allah menghendaki akan diberi-Nya makan? Sebenarnya kamu
benar-benar tersesat."
Selain itu, perbuatan untuk memanfaatkan atau mengkonsumsi barang-barang
yang baik itu sendiri dianggap sebagai kebaikan dalam Islam, karena kenikmatan
yang dicipta Allah untuk manusia adalah ketaatan kepada-Nya Yang berfirman
kepada nenek moyang manusia, yaitu Adam dan Hawa, sebagaimana tercantum dalam
Al-Qur'an: " ...dan makanlah barang-barang yang penuh nikmat di dalamnya
(surga) sesuai dengan kehendakmu ...," dan yang menyuruh semua umat
manusia: "Wahai umat manusia, makanlah apa yang ada di bumi, dengan cara
yang sah dan baik." Karena itu, orang Mu'min berusaha mencari kenikmatan
dengan mentaati perintah-perintah-Nya dan memuaskan dirinya sendiri dengan
barang-barang dan anugerah-anugerah yang dicipta (Allah) untuk umat manusia. Konsumsi dan pemuasan (kebutuhan) tidak
dikutuk dalam Islam selama keduanya tidak melibatkan hal-hal yang tidak baik
atau merusak. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an: "Katakanlah,
siapakah yang melarang (anugerah-anugerah Allah) yang indah, yang Dia cipta
untuk hamba-hamba-Nya dan barang-barang yang bersih dan suci (yang Dia
sediakan?)".
Salah satu ciri penting dalam Islam adalah bahwa ia tidak hanya mengubah nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat tetapi juga menyajikan kerangka legislatif yang perlu untuk mendukung dan memperkuat tujuan-tujuan ini dan menghindari penyalahgunaannya. Ciri khas Islam ini juga memiliki daya aplikatifnya terhadap kasus orang yang terlibat dalam pemborosan atau tabzîr. Dalam hukum (Fiqh) Islam, orang semacam itu seharusnya dikenai pembatasan-pembatasan dan, bila dianggap perlu, dilepaskan dan dibebaskan dari tugas mengurus harta miliknya sendiri. Dalam pandangan Syarî'ah dia seharusnya diperlakukan sebagai orang tidak mampu dan orang lain seharusnya ditugaskan untuk mengurus hartanya selaku wakilnya.
Referensi :
-
Prof. Dr.
Veithzal Rivai, S.E. M.M., M.B.A dan Antoni Nizar Usman, S.E, M.E.,Ph.D, Islamic
Economics & Finance, PT Gramedia Pustaka, Jakarta 2012.
0 komentar:
Posting Komentar