Minggu, 27 September 2015

Dolar Menguat, Apa Katamu?







http://kpghost.filetemp.kaltimpost.co.id/webkp/file/berita/2015/09/02/dolar-menguat-pengusaha-travel-terpaksa-ubah-strategi.jpg 

         Sudah beberapa hari belakangan ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan. Bahkan dikatakan bahwa pelemahan rupiah saat ini adalah yang terburuk sepanjang 17 tahun terakhir atau sejak krisis moneter 1998 lalu. Bahkan saat ini tercatat bahwa rupiah telah menembus angka 14.695 per dolar AS. Pelemahan mata uang negara ASEAN yang terparah terjadi pada Ringgit Malaysia, yaitu MYR 4.31098 untuk US$ 1.Sedangkan mata uang lainnya seperti Dollar Singapura mengalami pelemahan hingga SGD 1.423940, Dollar Brunei Darussalam sebesar BND 1.423940, Baht Thailand sebesar THB 35.980464 dan Peso Philipina sebesar PHP 46.938594.[1] Pelemahan nilai rupiah tentu tidak lepas dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Salah satu penyebabnya yaitu berawal dari krisis ekonomi yang melanda AS 2008 silam dimana bank sentral AS, The Fed mengeluarkan kebijakan quantitative easing atau pelonggaran kuantitatif dengan memompa pasokan uang ke sejumlah negara berkembang. Caranya adalah dengan membeli obligasi, baik itu obligasi berupa surat utang AS maupun obligasi KPR atau kredit perumahan. Ketika ekonomi AS dirasa mulai membaik, AS mulai mengurangi pembelian obligasi secara bertahap atau biasa disebut dengan tapering off. Setiap perubahan yang dilakukan oleh The Fed, walaupun sedikit saja, pasti akan mengundang respon pasar di AS maupun di seluruh dunia, termasuk juga Indonesia. Akibat adanya tapering off  ini,para investor asing yang ramai-ramai berinvestasi di Indonesia mulai menarik diri. Faktor lainnya adalah akibat devaluasi yuan (mata uang China). Padahal China merupakan salah satu negara tujuan ekspor untuk minyak sawit terbesar, yaitu sebesar US$ 318,517,373 selama Januari-Maret 2015.[2] Dengan adanya devaluasi yuan inilah Indonesia mengalami kerugian karena diperkirakan dapat menurunkan daya saing barang-barang impor terhadap produk domestik China sendiri. Ketergantungan Indonesia akan impor, termasuk impor bahan baku juga menjadi penyebab pelemahan rupiah. Hal ini disebabkan bahan baku impor tersebut pembayarannya menggunakan mata uang dolar sehingga dengan kurs dolar yang meningkat, harganya pun menjadi lebih mahal. Keadaan seperti itulah yang menyebabkan beban perusahaan meningkat dan tidak jarang berujung pada PHK oleh beberapa perusahaan. 

Lalu bagaimanakah solusi untuk mengatasi permasalahan ini? Ada beberapa solusi yang diajukan oleh beberapa peserta FOCUS#2 yang lalu. Namun disini kami telah merangkum inti dari solusi-solusi tersebut, antara lain : melakukan bilateral swap arrangement atau transaksi dengan mata uang sendiri untuk meningkatkan ekspor sektor riil, adanya gebrakan pasar dengan harga yang sudah disubsidi untuk menaikkan konsumsi, meningkatkan suku bunga acuan, mengurangi anggaran secara bertahap, melakukan pengendalian pasar dan memberlakukan one currency misalnya untuk negara-negara ASEAN, seperti halnya mata uang euro yang digunakan oleh negara-negara Uni Eropa. Sementara dari sudut pandang syariah pertama dapat dilakukan dengan penggunaan dinar dan dirham karena nilainya yang stabil, namun untuk penerapannya tentu masih banyak yang harus dipertimbangkan. Kedua, regulasi dana zakat dan wakaf untuk sektor-sektor yang produktif seperti pasar, ruko-ruko, dan lain sebagainya. Ketiga, menerapkan sistem bagi hasil (profit-loss sharing) di berbagai sektor industri dengan tujuan Kemashlahatan Umat.


[1] www.seputarforex.com. Diupdate pada 6 September 2015
[2] www.kemendag.go.id. Main Comodities.

Oleh: Eka Nata Permana
(Forum Islamic Economics Dicussion #2 18 September 2015)

0 komentar:

Posting Komentar