Masih segar di ingatan, ketika Presiden ketiga
kita, Bapak BJ. Habibie, berpidato di depan
beberapa anggota DPR dan MPR. Dalam pidatonnya beliau menyampaikan
betapa
pentingnya kedaulatan teknologi dimiliki oleh Bangsa Indonesia yaitu
dengan kemandirian produksi teknologi yang dibutuhkan negara. Saat itu
nampak anggukan-anggukan dari peserta tanda kesepahaman. Bahkan beberapa
pejabat, di depan wartawan, mengungkapkan bahwa mereka sangat setuju
dengan isi pidato yang Pak Habibie sampaikan.
Beberapa tahun setelah pidato yang beliau sampaikan itu, indonesia
memang maju. Pertumbuhan ekonomi merangkak naik dan dengan bangga pemerintah
mengatakan Indonesia masuk 20 besar negara maju di dunia.
Memang benar, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 bisa mencapai
6,23%
(YoY) dan merupakan salah satu yang tertinggi di Asia setelah China yang
tumbuh
sebesar 7,8% (YoY). Namun pertanyaannya, dengan pertumbuhan ekonomi
seperti itu sudah
kah Indonesia berdaulat minimal secara ekonomi? Kedaulatan merupakan
suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan,
masyarakat, atau atas diri sendiri. Dalam hal kedaulatan ekonomi,
sudahkah
indonesia berdaulat?
Tidak terbantahkan Indonesia merupakan
negara berdaulat,
tetapi jangan-jangan hanya berdaulat secara “politik”. Kedaulatan dalam
hal
ekonomi dan pasar, ditengah merangkak naiknnya pertumbuhan ekonomi
Indonesia,
sepertinya perlu dipertanyakan karena perekonomian cenderung didominasi
asing. Seperti tertulis dalam tajuk rencana tempo, jumat 8 November,
Indonesia memiliki kedaulatan
mata uang, tetapi di bidang perbankan, sebesar 50.6% aset
perbankan nasional dimiliki oleh asing.
Ilutrasi |
Di bidang telekomunikasi, asing menguasai
sebesar 35-60% aset nasional. Dengan dominasi seperti itu, pantas saja
terjadi penyadapan alat telekomunikasi oleh negara lain. Bagaimana
pemerintah bisa menjaga kedaulatan komunikasi, jika telekomunikasi ikut
dikendalikan asing? Dalam bidang wisata
alam kepemilikan asing juga diperluas dari 49% menjadi 70%, sementara
dibidang
farmasi dari 75% menjadi 85%.
Wah... dengan kekuatan asing yang begitu
dominan, dikhawatirkan daya tawar Indonesia semakin melemah. Apalagi
program untuk
kemandirian ekonomi bangsa, terkesan setengah-setengah. Indonesia
menjadi pasar
yang sangat menggiurkan bagi produk asing. Berbagai jenis buah-buahan
yang bisa ditanam dan dikembangkan di negara sendiri malah harus impor.
Garam, bawang, dan beras yang menjadi barang pokok pun begitu deras
masuk kepasar Indonesia. Sudah didalam
negeri dikuasai asing, masih harus diserbu pula oleh produk-produk
asing.
Ah sudahlah.
Ternyata diam-diam, disana, ada yang tersenyum “bahagia”
dengan keadaan Indonesia yang seperti ini, malah ada yang mempersilahkan Indonesia
untuk di “jajah” lagi dengan cara “menjilat” tuan-tuan dari negeri asing.
"Yang terpenting pastikan itu bukan (mental) kita."
ketika matahari mulai
beranjak kebarat..
Senin, 11 November 2013, perpustakaan pojok gang kenari, 113.
#Fikri Farhan
0 komentar:
Posting Komentar