Sepanjang kehidupan manusia,
alat tukar terus mengalami perkembangan mulai dari yang paling sederhana,
seperti bahan makanan, kulit binatang, tembakau, uang logam hingga uang kertas
yang banyak kita pakai saat ini. Salah satu jenis logam yang popular digunakan sebagai
alat tukar adalah emas dan perak yang lebih dikenal dengan nama dinar (uang logam
yang terbuat dari emas) dan dirham (uang logam yang terbuat dari perak). Dalam sejarah
dunia, dinar pertama kali diperkenalkan oleh Romawi Kuno tahun 211 SM. Pada
masa Rasulullah Saw ,beliau membuat suatu kebijakan ekonomi dengan menetapkan
dinar dan dirham sebagai alat pembayaran. Penggunaan kedua mata uang ini pun
terus berlanjut tanpa ada pengubahan sampai tahun 18 H. Pada masa kekhalifahan
Umar bin Khattab, beliau menambahkan lafadz-lafadz Islam pada kedua mata uang tersebut.
Perubahan signifikan baru terjadi pada tahun 76 H oleh khalifah Abdul Malik bin
Marwan yang melakukan reformasi moneter dengan mencetak mata uang dinar dan
dirham sendiri karena pada saat itu mereka masih menggunakan mata uang Persia.
Ketika pengaruh Dinasti Mamluk semakin kuat,
dibuatlah kebijakan pencetakan mata uang dirham campuran (fulus). Pencetakan uang
fulus atau mata uang yang terbuat dari tembaga dimulai pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad Al Kamil ibn Al Adil Al Ayyubi yang dimaksudkan sebagai alat tukar terhadap
barang-barang yang tidak signifikan denganrasio 48 fulus untuk setiap dirhamnya.
Pada masa Dinasti Ottoman di Turki, penggunaan dinar dan dirham mengalami penurunan
dan kemudian hilang.
Saat ini sebagian masyarakat
muslim Indonesia ada keinginan untuk kembali menggunakan dinar dan dirham.
Keinginan ini tentunya bukanlah tanpa alasan. Terpaan krisis yang terjadi terus-menerus
,depresiasi dan inflasi yang tak terkawal menjadi bukti bahwa sistem ekonomi konvensional
(kapitalisme) telah gagal dalam menciptakan kesejahteraan ekonomi bagi umat manusia.
Penyebab utama dari ketidakstabilan dan inflasi yang tinggi salah satunya adalah
akibat sistem mata uang kertas yang digunakan saat ini tanpa control dan tanpa back up atau biasa disebut dengan fiat money. Sampai tahun 1971 pencetakan
uang kertas masih di back up oleh
dinar sesuai dengan perjanjian Bretton Woods yang disepakati tahun 1944.
Bretton Woods sendiri adalah sebuah sistem perekonomian dunia yang dihasilkan dari
konferensi di Bretton Woods, New Hampshire tahun 1944 dan merupakan kerjasama antara
Amerika Serikat dan Inggris. Konferensi tersebut telah melahirkan pula tiga badan
ekonomi internasional, yaitu International Monetary Fund (IMF), World Bank dan
World Trade Organiation (WTO). Salah satu tujuan dibentuknya sistem Bretton
Woods adalah menciptakan kerangka ekonomi global untuk meminimalisir konflik ekonomi
antar negara. Tetapi pada 15 Agustus 1971 Presiden Amerika Serikat, Nixon
membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak melalui Dekrit Presiden Nixon
yang salah satu isinya adalah USD tidak lagi dijamin dengan emas dan sejak saat
itu semua negara di dunia tidak lagi memback up mata uangnya dengan emas.
Akibatnya mata uang yang berlaku bersifat fiat dan sering disebut managed money standard.
Rencana teknis dalam penerapan
penggunaan dirham, perekonomian di Indonesia tampaknya akan segera terwujud secara
nyata dengan adanya cetak biru (blue print) tentang pemakaian dinar dan dirham
yang akan segera dipersiapkan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
dalam konferensi di Jakarta tahun 2003. Menururt Sugiharto ( Ketua Departemen Ekonomi
ICMI) penyusunan blue print ini sudah disepakati oleh 10 institusi yang telah menaruh
perhatian besar terhadap perkembangan system ekonomi islam, terutama terhadap pemakaian
mata uang dinar dan dirham. Lembaga –lembaga tersebut antara lain, ICMI,MUI,
Yayasan Dinar Dirham, PNM, Wakala Adina, MES, Asbsindo dan FOZ. Tujuan pembuatan
cetak biru ini adalah untuk menciptakan keseragaman dalam penerapan mata uang berupa
dinar dan dirham di Indonesia. Untuk memperkenalkan mata uang ini diperlukan sejumlah
lembaga pengendali, seperti lembaga sertifikasi yang akan menilai pihak yang
akan mencetak dinar dan dirham agar tidak mudah dipalsukan. Dalam cetak blue
print akan diatur system distribusi dinar dan dirham yang dsebut dengan wakala.
Wakala berfungsi sebagai tempat penukaran mata uang ( money charger).
Tidak saja secara teoritis,
dalam implemetasinya mata uang dinar dan dirham telah terbukti lebih stabil dibandingkan
dengan fiat money yang digunakan di dunia international seperti saat ini. Tidak
seperti uang hampa, dinar dan dirham tidak dapat dicetak ataupun dimsnahkan dengan
sekehendak hati pihak berkuasa( pemerintah ), karena ia memiliki nilai intristik
100%. Ini tentunya akan menhindari kelebihan uang di masyarakat atau dengan
kata lain akan menglanag terjadinya inflasi. Tidak seperti uang hampa, dinar
dan dirham akan diterima masyarakat dengan hati terbuka tanpa perlu “legal
tender” atau penguatan hokum.Kalau masyrakat transaksi akan dibayar dengan uang
hampa atau dengan uang dinar dan dirham, sudah tentu mereka akan memilih dinar
dan dirham karena sudah yakin akan kestabilannya. Kestabilan ini tentunya akan mempromosikan
perdagangan internasioanal. Bertransaksi dengan menggunakan dinar akan mengurangi
biaya transaksi. Bila dinar digunakan sebagai mata uang tunggal di islam, maka biaaya
untuk menukar uang dari satu jenis mata uang ke mata uang yang lainya tidak diperlukan
lagi. Dan penggunaan yang lebih luar biasa lagi adalah penggunaan dinar lebih menjamin
kedaulatan negara dari dominasi ekonomi, budaya politik, dan kekuatan asing.
Sebagai contoh, dengan hanya mencetak dolar tanpa perlu di back-up oleh emas kemudian
dipinjamkan ke Indonesia, amerika kini dengan mudah mendikte dan mencampuri urusan
dalam negeri Indonesia. Inilah sebabnya dinar diyakini mampu mewujudkan system
moneter global yang berkeadilan ( just world monetary system ).
Kesimpulan
Mata uang dan dirham
telah digunakan pada zaman Rasulullah SAW
dan para sahabat. Pada masa islam uang itu digunakan sebagai bagian dari
hokum muamalah. Tidak menutup kemungkinan pada zaman modern sekarang penerapan kembali
mata uang dinar dan dirham mengingat kembali cadangan emas yang dimiliki negara
negara asia lebih khusus negara Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia.
Terbukti penerapan menggunakan mata uang dinar dan dirham mulai dilakukan saat ini
di Malaysia, hal ini menjadi suatu pemicu bagi negara lain yang memiliki cadanagan
emas yang lebih banyak dibandingkan negara Malaysia, mengingat Indonesia yang
mempunyai masyarakat mayoritas muslim dan mempunyai cadanagan emas yang cukup banyak
menjadi nilai plus untuk menerapkan secepatnya system mata uang dinar dan
dirham.
(oleh
: Luna Septalisa, Auzzia Hilmy M dan Siti Nur Fatimah- PPWI IESC)