Kamis, 02 Juni 2016

Akankah Kembali Pada Dinar dan Dirham?

Sepanjang kehidupan manusia, alat tukar terus mengalami perkembangan mulai dari yang paling sederhana, seperti bahan makanan, kulit binatang, tembakau, uang logam hingga uang kertas yang banyak kita pakai saat ini. Salah satu jenis logam yang popular digunakan sebagai alat tukar adalah emas dan perak yang lebih dikenal dengan nama dinar (uang logam yang terbuat dari emas) dan dirham (uang logam yang terbuat dari perak). Dalam sejarah dunia, dinar pertama kali diperkenalkan oleh Romawi Kuno tahun 211 SM. Pada masa Rasulullah Saw ,beliau membuat suatu kebijakan ekonomi dengan menetapkan dinar dan dirham sebagai alat pembayaran. Penggunaan kedua mata uang ini pun terus berlanjut tanpa ada pengubahan sampai tahun 18 H. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, beliau menambahkan lafadz-lafadz Islam pada kedua mata uang tersebut. Perubahan signifikan baru terjadi pada tahun 76 H oleh khalifah Abdul Malik bin Marwan yang melakukan reformasi moneter dengan mencetak mata uang dinar dan dirham sendiri karena pada saat itu mereka masih menggunakan mata uang Persia. Ketika pengaruh Dinasti  Mamluk semakin kuat, dibuatlah kebijakan pencetakan mata uang dirham campuran (fulus). Pencetakan uang fulus atau mata uang yang terbuat dari tembaga dimulai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Al Kamil ibn Al Adil Al Ayyubi yang dimaksudkan sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan denganrasio 48 fulus untuk setiap dirhamnya. Pada masa Dinasti Ottoman di Turki, penggunaan dinar dan dirham mengalami penurunan dan kemudian hilang.
Saat ini sebagian masyarakat muslim Indonesia ada keinginan untuk kembali menggunakan dinar dan dirham. Keinginan ini tentunya bukanlah tanpa alasan. Terpaan krisis yang terjadi terus-menerus ,depresiasi dan inflasi yang tak terkawal menjadi bukti bahwa sistem ekonomi konvensional (kapitalisme) telah gagal dalam menciptakan kesejahteraan ekonomi bagi umat manusia. Penyebab utama dari ketidakstabilan dan inflasi yang tinggi salah satunya adalah akibat sistem mata uang kertas yang digunakan saat ini tanpa control dan tanpa back up atau biasa disebut dengan fiat money. Sampai tahun 1971 pencetakan uang kertas masih di back up oleh dinar sesuai dengan perjanjian Bretton Woods yang disepakati tahun 1944. Bretton Woods sendiri adalah sebuah sistem perekonomian dunia yang dihasilkan dari konferensi di Bretton Woods, New Hampshire tahun 1944 dan merupakan kerjasama antara Amerika Serikat dan Inggris. Konferensi tersebut telah melahirkan pula tiga badan ekonomi internasional, yaitu International Monetary Fund (IMF), World Bank dan World Trade Organiation (WTO). Salah satu tujuan dibentuknya sistem Bretton Woods adalah menciptakan kerangka ekonomi global untuk meminimalisir konflik ekonomi antar negara. Tetapi pada 15 Agustus 1971 Presiden Amerika Serikat, Nixon membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak melalui Dekrit Presiden Nixon yang salah satu isinya adalah USD tidak lagi dijamin dengan emas dan sejak saat itu semua negara di dunia tidak lagi memback up mata uangnya dengan emas. Akibatnya mata uang yang berlaku bersifat fiat dan sering disebut managed money standard.

Rencana teknis dalam penerapan penggunaan dirham, perekonomian di Indonesia tampaknya akan segera terwujud secara nyata dengan adanya cetak biru (blue print) tentang pemakaian dinar dan dirham yang akan segera dipersiapkan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dalam konferensi di Jakarta tahun 2003. Menururt Sugiharto ( Ketua Departemen Ekonomi ICMI) penyusunan blue print ini sudah disepakati oleh 10 institusi yang telah menaruh perhatian besar terhadap perkembangan system ekonomi islam, terutama terhadap pemakaian mata uang dinar dan dirham. Lembaga –lembaga tersebut antara lain, ICMI,MUI, Yayasan Dinar Dirham, PNM, Wakala Adina, MES, Asbsindo dan FOZ. Tujuan pembuatan cetak biru ini adalah untuk menciptakan keseragaman dalam penerapan mata uang berupa dinar dan dirham di Indonesia. Untuk memperkenalkan mata uang ini diperlukan sejumlah lembaga pengendali, seperti lembaga sertifikasi yang akan menilai pihak yang akan mencetak dinar dan dirham agar tidak mudah dipalsukan. Dalam cetak blue print akan diatur system distribusi dinar dan dirham yang dsebut dengan wakala. Wakala berfungsi sebagai tempat penukaran mata uang ( money charger).
Tidak saja secara teoritis, dalam implemetasinya mata uang dinar dan dirham telah terbukti lebih stabil dibandingkan dengan fiat money yang digunakan di dunia international seperti saat ini. Tidak seperti uang hampa, dinar dan dirham tidak dapat dicetak ataupun dimsnahkan dengan sekehendak hati pihak berkuasa( pemerintah ), karena ia memiliki nilai intristik 100%. Ini tentunya akan menhindari kelebihan uang di masyarakat atau dengan kata lain akan menglanag terjadinya inflasi. Tidak seperti uang hampa, dinar dan dirham akan diterima masyarakat dengan hati terbuka tanpa perlu “legal tender” atau penguatan hokum.Kalau masyrakat transaksi akan dibayar dengan uang hampa atau dengan uang dinar dan dirham, sudah tentu mereka akan memilih dinar dan dirham karena sudah yakin akan kestabilannya. Kestabilan ini tentunya akan mempromosikan perdagangan internasioanal. Bertransaksi dengan menggunakan dinar akan mengurangi biaya transaksi. Bila dinar digunakan sebagai mata uang tunggal di islam, maka biaaya untuk menukar uang dari satu jenis mata uang ke mata uang yang lainya tidak diperlukan lagi. Dan penggunaan yang lebih luar biasa lagi adalah penggunaan dinar lebih menjamin kedaulatan negara dari dominasi ekonomi, budaya politik, dan kekuatan asing. Sebagai contoh, dengan hanya mencetak dolar tanpa perlu di back-up oleh emas kemudian dipinjamkan ke Indonesia, amerika kini dengan mudah mendikte dan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Inilah sebabnya dinar diyakini mampu mewujudkan system moneter global yang berkeadilan ( just world monetary system ).
Kesimpulan

Mata uang dan dirham telah digunakan pada zaman Rasulullah SAW  dan para sahabat. Pada masa islam uang itu digunakan sebagai bagian dari hokum muamalah. Tidak menutup kemungkinan pada zaman modern sekarang penerapan kembali mata uang dinar dan dirham mengingat kembali cadangan emas yang dimiliki negara negara asia lebih khusus negara Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia. Terbukti penerapan menggunakan mata uang dinar dan dirham mulai dilakukan saat ini di Malaysia, hal ini menjadi suatu pemicu bagi negara lain yang memiliki cadanagan emas yang lebih banyak dibandingkan negara Malaysia, mengingat Indonesia yang mempunyai masyarakat mayoritas muslim dan mempunyai cadanagan emas yang cukup banyak menjadi nilai plus untuk menerapkan secepatnya system mata uang dinar dan dirham. 

(oleh : Luna Septalisa, Auzzia Hilmy M dan Siti Nur Fatimah- PPWI IESC)